Minggu, 14 September 2008

Keputusan

Oleh Andri Mediansyah

Gelap, bau alkohol, bau obat-batan. "Dimana aku?" Pertanyaan itu seketika muncul dalam pikiranku. Aku berusaha bangkit. Tapi, seketika tubuhku bergetar. Sakit di kepala ku terasa begitu nyeri. Ada perban membalut kepalaku. Hingga saat itu pun aku belum tahu apa sebenarnya yang terjadi kepadaku.

Dalam kegelapan itu, dalam remang pandanganku, muncul sosok tubuh dari balik pintu mengenakan pakaian serba putih. Dinyalakannya lampu yang mungkin sengaja diatur redup. "Jangan banyak gerak dulu," suara itu terasa lembut dan tenang.

Dia seorang wanita mengenakan seragam perawat. Aku baru sadar, aku berada di ruang perawatan rumah sakit. "Anda siang tadi diantar seseorang. Anda mengalami kecelakaan," katanya lagi.

Dalam nyeri kepalaku, aku mencoba mengingat apa yang terjadi. Siang tadi, diantar seseorang, kecelakaan? Pertanyaan-pertanyaan itu coba kujawab dengan usaha memutar memoriku pada peristiwa yang kulalui sebelumnya.

Setiap aku berfikir, setiap kali juga sedutan di kepalaku terasa menusuk. Tapi aku penasaran. Aku harus tahu dengan apa yang kualami. Lambat laun memoriku mulai beraksi. Seingatku, pagi tadi, ada pesan masuk melalui Hp-ku.

Iya, aku ingat. Pagi tadi aku menerima pesan. Lalu siapa yang mengirim pesan itu? Apa isinya? Kembali otakku kupaksa bekerja untuk mengingat. Sembari si perawat sibuk mengganti infus yang menancap di lengan kananku, otakku memberi sinyal kalau ia tak sanggup lagi bekerja. Hanya itu yang dapat kulakukan untuk mengingat apa yang sebenarnya terjadi. Aku tak sadar lagi.

Suara detak sepatu membangunkan membuat mataku spontan terbuka. Kini cahayanya tak gelap lagi. Ternyata hari telah pagi. Dari jam dinding yang terpajang di dinding ruangan, waktu itu menunjukkan jam tujuh. Kini kepalaku terasa tak berat lagi.

Aku mulai mengingat apa yang terjadi sebenarnya. Pesan yang sebelumnya ku ingat kuterima, dikirim oleh Imel. Dia teman kantorku. Kami punya hubungan yang dekat. Enam bulan berjalan kami saling mengenal. Sebetulnya ada hubungan khusus antara kami.

Aku terakhir berjumpa dengannya dua hari sebelum aku terbaring di rumah sakit. Kepadaku ia menyampaikan isi hatinya. Menyampaikan perasaan bahwa dia mencintaiku. Aku hanya tersenyum. Aku tak mampu menjawabnya. Kami pun bubar tanpa ada jawaban.

Di rumah, lama aku menimbang. Aku tak bisa membalas cintanya. Aku tak mungkin menghianati cinta yang selama ini telah dipersembahkan Manda kepadaku.

Kuingin ucapkan "a"
Tapi entahlah, sulit untuk mengucap itu
Padahal aku tahu yang kurasakan adalah "a"

Mungkin ada yang sangat butuh dengan "a" itu hingga menjadi lengkap suatu kalimat baginya

Padahal, sangat sulit apa yang telah tertulis dihati menjadi pudar
Apa mungkin "a" itu kurubah menjadi "b"
Apakah juga mungkin kubuat menjadi "a-a"
Ah, entah lah

Kukirimkan rangkaian kata yang kubuat itu melalui sms kepada Imel. Aku kemudian tidur, sembari memikirkan keputusan tersebut.

**************

Pagi-pagi sekali hp ku mendengarkan nada bahwa ada pesan yang masuk. Buru-buru ku buka. Ternyata pesan itu dari Imel. "Bang, aku sekarang di bandara. Maaf aku telah lancang. Aku akan segera berangkat ke Jakarta. Selamat tinggal."

Buru-buru ku raih jaket dan kunci motor diatas meja dekat pembaringanku. Sembari menimbang pesan bahwa pesan yang tadi malam kukirimkan adalah penyebanya, aku lajukan kendaraanku dengan kencang.

Semua kendaraan yang ada didepan semua coba ku potong. Sampai akhirnya, satu tak lolos. Ban belakang sepeda motorku menyenggol sebuah sedan yang coba ku salip. Aku terpental, tak sadar. Aku gagal tuk menjumpainya karena akhirnya aku berada di rumah sakit ini.

Tidak ada komentar: