Selasa, 23 September 2008

Seribu cermin Pak Wagub, Cermin Bagi Caleg

Saya cukup tertarik dengan ceritanya Pak Wagub Kepri, H.M Sani soal cermin. Cerita itu dia sampaikan kepada rekan-rekan wartawan di ruang siar RRI Tanjungpinang. Menurut saya ringan, namun syarat makna.

Ceritanya cermin dari pak wagub itu begini, dulu ada putra mahkota bertanya, kenapa dia belum juga diangkat jadi raja. Padahal dia menganggap dirinya sudah layak. Baik dari segi usia, serta wawasan.

Lalu, pertanyaan itu dijawab perdana mentri. Si Putra mahkota diminta baginda raja untuk kembali belajar. Dengan sangat terpaksa, putra mahkota pun menuruti. Dia akhirnya dikirim kepada seorang cerdik pandai yang cukup termahsyur di seantero kerajaan.

Sesampainya di sana, si putera mahkota kembali bercerita tentang keinginannya untuk menjadi raja. Ya, raja. Raja bagi kerajaan yang makmur semasa kepemimpinan bapaknya. Mendengar cerita itu, si cerdik pandai mengkerutkan kening. Dia lalu beranjak, dan kemudian pergi keluar rumah. Sekejab kemudian dia kembali lagi membawa hampir ratusan orang, berikut kereta kuda. Masing-masing kereta berisi cermin. Seluruhnya ada seribu. Si Pangeran lalu bertanya.

"Untuk apa cermin sebanyak ini?" katanya.

Lalu, dengan kelembutan penuh bijak si cerdik pandai menjawab. Ini untuk pangeran. Gunakanlah untuk mencerminkan diri anda paduka. Tiap cermin dapat menunjukkan kekurangan di diri anda. Dengan mengetahui kekurangan itu, mudah-mudahan paduka dapat berintrosfeksi diri mengenali kekurangan yang dimiliki. Tak ada yang tahu kekurangan, selain anda.

Cerita pak wagub itu kemudian mengingatkan saya kepada pesta demokrasi yang kini sedang dalam tahapan. Banyak wajah-wajah terpampang di kain berukuran besar menghiasi sudut jalan. Wajah-wajah mereka penuh semangat, cerah, ramah, sopan, dan senyum sumringah. Mungkin menurut saya, "cermin=introsfeksi diri" dibutuhkan bagi mereka.

Wajah-wajah itu lalu mengingatkan saya kepada tulisan mantan pimpinan redaksi saya di
Posmetro Batam, Hasan Aspahani (semoga sukses selalu). Dalam rubriknya, "pendekar puisi" satu ini berseloroh soal wajah-wajah para calon anggota legislatif yang memanfaatkan (kalau tak khilaf) momen tahun baru buat berkampanye.

Tulisannya ringan namun menurut saya mengundang rasa. Kira-kira yang disampaikannya begini: Kalau ingin tetap diingat dan dikenal, sebaiknya penampilan anda di spanduk jangan berubah sampai masa pemilihan tiba. Kalau di gambar memakai kumis, peliharalah kumis itu.

Disarankannya pula demikian: sebaiknya, peliharalah juga tatanan rambut. Jangan sampai model rambut yang digambar berbeda dengan yang di gambar. Intinya saran tersebut biar masyarakat calon pemilih tetap ingat dengan wajah mereka.

Menurut saya apa kata mantan bos saya ini masuk akal. Di Kota Tanjungpinang saja, tidak sedikit wajah-wajah yang mesti diingat warga. Ada ratusan jumlahnya. Wajah-wajah calon anggota dewan terhormat itu kini kian marak bertebaran. Saya yakin, menjelang lebaran ini pun spanduk-spanduk akan berubah dengan ucapan yang lain. Kembali pada pesan mantan pak bos tadi, biar spanduk diganti, penampilan asli dengan gambar di spanduk tidak berbeda.

Yang saya jumpai, tidak sedikit orang-orang dari partai politik, tokoh masyarakat, sampai ustadz yang biasa mengajar mengaji, begitu kebelet menjadi anggota dewan. Tak jarang dari mereka mulai jaga-jaga prilaku. Menyapa setiap orang dengan ramah, bersikap selembut
mungkin. Bahkan ada pula diantaranya yang tidak segan-segan menyelipkan sedikit kata jangan lupa nomor urut sekian dari partai anu disetiap akhir pembicaraan.

Saya terus terang khawatir dengan pemberitaan di mas media yang pada masa akhir pilkada atau pemilu memberitakan soal meningkatnya kebutuhan akan psikolog. Seperti yang terjadi di Ponorogo belum lama ini. Seorang mantan kandidat bupati Ponorogo tahun 2005 ini nekat mau bunuh diri. Bukan hanya lantaran kalah dalam kancah peperangan pilkada. Dia stres karena hutangnya menumpuk dan tidak mampu mengembalikannya. Hutangnya tidak sedikit, Rp2,4 M.

Itulah kekurangan pak bupati. Dia tidak mendengar cerita cermin dari pak wagub seperti saya.

Senin, 22 September 2008

Hujan Pukulan Ke Tubuh Wartawan

Tanpa perlu menunggu waktu lama bagi Hengky untuk segera beranjak dari tempat duduk. Sabtu (20/9) sekitar pukul 22.00 WIB, stringer RCTI untuk Bintan ini langsung menuju sepeda motor. Bersama beberapa rekan seprofesinya, ia lajukan sepeda motornya dengan kecepatan tinggi.
Yang ada di fikirannya bagaimana mendapat momen bagus dari keributannya dari informasi yang diterima. Mengambil gambar, lalu menghasilkan berita aktual yang menarik disimak pemirsa stasiun televisi swasta tempat ia menjadi stringer. Beberapa rekan yang bersamanya di Batu 9 tadi, ia tinggal cukup jauh di belakang.
Dalam waktu sekejap motor besar yang dia kendarai, tiba yang dimaksud. Informasi yang diterima akurat. Di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Batu 3, Jalan MT Haryono, suasana ketika itu nampak ramai. Mata-mata orang disana tertuju pada sekelompok pria berambut cepak merengsek mendesak seorang pria berpakaian seragam sekuriti.
"Waktu samapai di sana, pas sekuriti sedang dipukuli," kata Hengky.
Otak wartawannya bekerja. Tanpa menunggu lama, ia segera mengeluarkan senjatanya, berupa handycamp dari dalam tas, dan langsung mengarahkannya ke pengeroyokan yang sedang terjadi itu. Tiap adegan dia rekam.
Tapi, Hengky bekerja tidak sampai lama. Beberapa orang kemudian mendekatinya. Sebelum menjadi sasaran amukan, Hengky sempat menjelaskan kalau dirinya adalah wartawan. Tapi, orang-orang emosi yang tida diingat jumlahnya oleh Hengky kemudian menyarangnya.
Pukulan demi pukulan dia terima. Demikian juga dengan tendangan. Menurut Hengky, ketika itu dia benar-benar menjadi bulan-bulanan. Dia mengaku juga diinjak-injak.
Hengky benar-benar tidak dapat berbuat banyak. Dia bahkan tidak sadar kalau handycamp miliknya hilang. Dia baru menyadarinya setelah pengeroyoknya yang hanya diingatnya berjumlah banyak itu pergi meninggalkannya.
Yang dirasanya saat itu adalah rasa sakit disekujur tubuh. Mata kanannya memerah, dahi dan bawah mata kirinya robek. Sementara mulutunya nyonyor akibat dihujani pukulan.
"Aku tak tahu apa kawan-kawan yang berada dibelakang, melihat (saya dikeroyok). Soalnya mereka cukup jauh tinggal di belakang," ujar Hengky.
Putra, stringer Indosiar yang bersama Hengky berangkat, mengaku tidak sempat menjumpai Hengky dikeroyok. Sesampainya dia di SPBU Batu tiga, suasana memang ramai. Tapi, orang-orang yang mengeroyok Hengky telah pergi.
"Aku tertinggal jauh. Motorku tidak bisa mengejar. Aku tertinggal mulai dari Batu Delapan," kata Putra.
Usai mengalami kejadian tersebut, Hengky kemudian melaporkan kejadian yang dia alami ke Mapolsekta Bukit Bestari. Tak lama di sana, beberapa petugas intel, serta Polisi Militer dari Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) Wilayah IV datang. Hengky, Ismail (operator SPBU), dan Udin Syamsudin (petugas sekuriti), dibawa petugas tersebut ke Markas POMAL di Jalan Merdeka, untuk dimintai keterangannya.


*Kejadian yang dialami Hengky bagi saya perlu dijadikan pembelajaran. Tidak menutup kemungkinan bagi saya, dan rekan-rekan jurnalis yang lain akan mengalami hal yang sama. Dia bisa jadi wartawan yang punya harapan mendapatkan pemberitaan yang bagus, gambar yang baik. Kejadian ini bisa menjadi guru untuk kita lebih berhati-hati damal bertugas. Dimana keselamatan diri adalah sesuatu yang tidak bisa dinafikan sesuatu hal yang penting. Dengan selamat, kita bisa menentukan langkah selanjutnya. Membuat laporan, tanpa mengalami cedera.

Kamis, 18 September 2008

Surat Untuk Anakku


Selamat Ulang Tahun Nak…

Setahun lalu, sebelum 19 September 2007, aku belumlah Abi (bapak dalam bahasa Arab). Kasih belum terbagi banyak. Nyaris semua untuk Ummi (Ibu). Setelah tanggal itu, semua berubah nak. Di hari itu kamu yang Abi beri nama Bintang Fajar Ramadhan, lahir. Status, suasana, berubah. Termasuk kasih Abi terhadap Ummi-mu.

Bintang…
Tak hanya kami ingin kau kelak menjadi terang, tinggi
Lebih dari itu, kami ingin kau juga menerangi apa yang ada disekitarmu
Meninggikan orang disekitarmu

Tak terasa menetes air mata ketika kau lahir
Bukan sekedar bangga nak..
Lebih dari itu, kami ingat dosa kami kepada kakek dan nenek mu

Begitu tergambar bagaimana wajah Ummi disaat berjuang melahirkanmu
Keringat berpeluh, wajah begitu padam menahan sakit
Begitu terbayang perasaan yang dirasa kedua orang tua kami dulu

Asa serta cita-cita untuk kami sejak itu terputus sudah
Asa dan cita-cita itu milik mu
Membesarkan mu, membuat kamu terang seperti nama mu…

Besarlah nak
Di usia setahunmu ini kamu sudah bisa berdiri
Kepandaian itu berkat usahamu
Kami hanya membimbing
Demikian untuk nanti-nati

Besarlah nak
Terang, menyongsong hidup, dengan kesucian serta ketulusan
Bintang Fajar Ramadhan

Selamat Ulang Tahun Nak (19 September 2008)

Tanjung Pinang







Tanjungpinang, damai. Bernuansa Melayu. Sebuah kota yang membuat aku jatuh cinta dalam tahun pertama kedatanganku (Juli 2005).

(Sebagian foto karya sahabatku Nurul Iman alias Nyonk.. semoga sukses selalu)

Minggu, 14 September 2008

Keputusan

Oleh Andri Mediansyah

Gelap, bau alkohol, bau obat-batan. "Dimana aku?" Pertanyaan itu seketika muncul dalam pikiranku. Aku berusaha bangkit. Tapi, seketika tubuhku bergetar. Sakit di kepala ku terasa begitu nyeri. Ada perban membalut kepalaku. Hingga saat itu pun aku belum tahu apa sebenarnya yang terjadi kepadaku.

Dalam kegelapan itu, dalam remang pandanganku, muncul sosok tubuh dari balik pintu mengenakan pakaian serba putih. Dinyalakannya lampu yang mungkin sengaja diatur redup. "Jangan banyak gerak dulu," suara itu terasa lembut dan tenang.

Dia seorang wanita mengenakan seragam perawat. Aku baru sadar, aku berada di ruang perawatan rumah sakit. "Anda siang tadi diantar seseorang. Anda mengalami kecelakaan," katanya lagi.

Dalam nyeri kepalaku, aku mencoba mengingat apa yang terjadi. Siang tadi, diantar seseorang, kecelakaan? Pertanyaan-pertanyaan itu coba kujawab dengan usaha memutar memoriku pada peristiwa yang kulalui sebelumnya.

Setiap aku berfikir, setiap kali juga sedutan di kepalaku terasa menusuk. Tapi aku penasaran. Aku harus tahu dengan apa yang kualami. Lambat laun memoriku mulai beraksi. Seingatku, pagi tadi, ada pesan masuk melalui Hp-ku.

Iya, aku ingat. Pagi tadi aku menerima pesan. Lalu siapa yang mengirim pesan itu? Apa isinya? Kembali otakku kupaksa bekerja untuk mengingat. Sembari si perawat sibuk mengganti infus yang menancap di lengan kananku, otakku memberi sinyal kalau ia tak sanggup lagi bekerja. Hanya itu yang dapat kulakukan untuk mengingat apa yang sebenarnya terjadi. Aku tak sadar lagi.

Suara detak sepatu membangunkan membuat mataku spontan terbuka. Kini cahayanya tak gelap lagi. Ternyata hari telah pagi. Dari jam dinding yang terpajang di dinding ruangan, waktu itu menunjukkan jam tujuh. Kini kepalaku terasa tak berat lagi.

Aku mulai mengingat apa yang terjadi sebenarnya. Pesan yang sebelumnya ku ingat kuterima, dikirim oleh Imel. Dia teman kantorku. Kami punya hubungan yang dekat. Enam bulan berjalan kami saling mengenal. Sebetulnya ada hubungan khusus antara kami.

Aku terakhir berjumpa dengannya dua hari sebelum aku terbaring di rumah sakit. Kepadaku ia menyampaikan isi hatinya. Menyampaikan perasaan bahwa dia mencintaiku. Aku hanya tersenyum. Aku tak mampu menjawabnya. Kami pun bubar tanpa ada jawaban.

Di rumah, lama aku menimbang. Aku tak bisa membalas cintanya. Aku tak mungkin menghianati cinta yang selama ini telah dipersembahkan Manda kepadaku.

Kuingin ucapkan "a"
Tapi entahlah, sulit untuk mengucap itu
Padahal aku tahu yang kurasakan adalah "a"

Mungkin ada yang sangat butuh dengan "a" itu hingga menjadi lengkap suatu kalimat baginya

Padahal, sangat sulit apa yang telah tertulis dihati menjadi pudar
Apa mungkin "a" itu kurubah menjadi "b"
Apakah juga mungkin kubuat menjadi "a-a"
Ah, entah lah

Kukirimkan rangkaian kata yang kubuat itu melalui sms kepada Imel. Aku kemudian tidur, sembari memikirkan keputusan tersebut.

**************

Pagi-pagi sekali hp ku mendengarkan nada bahwa ada pesan yang masuk. Buru-buru ku buka. Ternyata pesan itu dari Imel. "Bang, aku sekarang di bandara. Maaf aku telah lancang. Aku akan segera berangkat ke Jakarta. Selamat tinggal."

Buru-buru ku raih jaket dan kunci motor diatas meja dekat pembaringanku. Sembari menimbang pesan bahwa pesan yang tadi malam kukirimkan adalah penyebanya, aku lajukan kendaraanku dengan kencang.

Semua kendaraan yang ada didepan semua coba ku potong. Sampai akhirnya, satu tak lolos. Ban belakang sepeda motorku menyenggol sebuah sedan yang coba ku salip. Aku terpental, tak sadar. Aku gagal tuk menjumpainya karena akhirnya aku berada di rumah sakit ini.

Sabtu, 13 September 2008

PN Kan Sidangkan Perkara Penghinaan LDII

BERITAKU: Dalam waktu dekat, Hazarullah Aswad, Ketua Forum Komunikasi Mushala dan Masjid (FKMM) Kota Tanjungpinang, akan didudukkan sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Tanjungpinang. Dia dianggap telah menghina dan mencemarkan nama baik Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII).

Penghinaan menurut LDII Kota Tanjungpinang itu disampaikan dalam acara interaktif di RRI Kota Tanjungpinang pada 3 November 2007 lalu. Dalam interaktif yang disiarkan secara langsung tersebut, Hazarullah mengatakan bahwa LDII adalah aliran sesat.

Menanggapi akan menjalani persidang atas kasus tersebut, Hazarullah berpendapat siap menghadapinya. Ia malah berterima kasih kepada penagak hukum (Kejaksaan dan Kepolisian), telah memproses laporan yang diberikan LDII Kota Tanjungpinang terhadapnya.

"Semakin cepat semakin bagus. Di persidangan nanti mari kita buka-bukaan," kata Hazarullah yang diketahui juga sebagai anggota Front Pembela Islam (FPI) Kota Tanjungpinang ini.

Menurut Hazarullah, pernyataannya yang dia lontarkan dalam acara interaktif itu sama sekali tidak dimaksudkan untuk menghina atau mencemarkan nama baik LDII, sesuai dengan pasal yang didakwakan kepadanya, yakni pasal 156 dan 130 KUHP.

"Saya sama sekali tidak bermaksud menhina atai mencemarkan nama baik LDDI. Saya hanya menyerukan agar LDII kembali ke jalan yang benar," katanya.

Disampaikannya juga, dasar dari pendapatnya LDII adalah sesat didasari atas enam referensi yang dia baca. Salah satunya adalah dari internet yang dia baca.

"Seharusnya, internet juga mereka (LDII Kota Tanjungpinang) laporkan," ujar Hazarullah.

Sebelum dirinya dilaporkan ke Polresta Tanjungpinang dalam perkara tersebut, Hazarullah mengaku telah berulang kali mengajak LDII Tanjungpinang, untuk berdialog secacara terbuka membahas masalah tersebut.

"Tapi mereka tidak mau," ujarnya lagi.

Jumat (12/9), Pengadilan Negeri Tanjungpinang menerima berkas pelimpahan perkara kasus tersebut dari Kejaksaan Negeri Tanjungpinang. Dakwaan dengan nomor PDM-286/TG.PIN/Ep.1/9/2008 itu tercantum dalam nomor registrasi 390/PID.B/2008/PHN.TPI. Kemarin, PN Tanjungpinang belum menetapkan jadwal serta siapa hakim yang akan menangani perkara tersebut.

Bapak Gagahi Anak Tiri

BERITAKU: Biadab. Di Desa Malang Rapat, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, seorang bapak tega memperkosa anak tirinya sendiri. Tak terhitung berapa kali perbuatan itu dilakukan.

Perbuatan bejat sang bapak tiri itu terbongkar setelah korban sebut saja Tiara (14), mengadu kepada ibunya. Selama ini dia mengaku tidak berani buka mulut. Dia takut dengan ancaman sang Bapak tiri, Hendrianto alias Anto (30), akan membunuhnya jika sampai bercerita kepada siapapun.

Berdasar laporan yang diterima, polisi kemudian membekuk Anto pada Kamis (11/9) sekitar pukul 23.00 WIB. Ketika itu dia berada di Teluk Bakau, Bintan, kabur karena berselisih faham dengan istri korban.
Kapolsekta Gunung Kijang, AKP Jaswir, mewakili Kapolres Bintan, AKBP Yohanes Widodo, Jumat (12/9) kemarin mengatakan, pemerkosaan pertama kali dilakukan tersangka pada Desember 2007 lalu.

Di suatu malam di bulan tersebut, syahwat Anto meninggi ketika melihat Tiara yang sedang terlelap. Saat itu tidak ada orang lain selain mereka. Nr (49), ibu kandung Tiara, sedang di rawat di rumah sakit.

Terbawa nafsu setan tadi, Anto langsung membekap mulut Tiara. Remaja baru mekar itu tersentak. Dia berusaha melawan. Tapi, pada akhirnya dia tak dapat berbuat banyak. Anto mengancam, jika melawan, dia akan dibunuh.

Tiara takut dengan ancaman tersebut. Dia pun akhirnya pasrah. Perawan remaja putus sekolah itu hilang. Usai menggagahi, Anto kembali mengancam. Tiara jangan mengadu. Kalau dilakukan, akan dibunuh.

Rupanya, ketakutan Tiara akan ancaman, benar-benar dimanfaatkan Anto. Setiap ada kesempatan, perbuatan sama kembali dia lakukan. Demikian sampai berulang-ulang. Kepada polisi, si bapak tiri pemerkosa itu sudah tidak ingat lagi berapa kali Tiara dia gagahi.

"Tidak ingat," katanya seperti ditirukan AKP Jaswir.

Terhadap perbuatannya itu, Anto terancam kurungan 15 tahun penjara. Seperti disampaikan AKP Jaswir, dia dijerat dengan pasal 285 KUHP junto UU nomor 23 tahun 2004 tentang perlindungan anak.

Tarawih, Awas Maling Beraksi

BERITAKU: Peringatan bagi warga yang melaksanakan Shalat Tarawih. Kamis (11/9) malam, rumah warga di Gang Asoka, Jalan Pemuda, di obok-obok maling. Saat kejadian, sekitar pukul 20.30 WIB itu, pemilik rumah sedang shalat tarawih di Masjid. Atas kejadian tersebut, koban mengklaim mengalami kerugian sebesar Rp70 juta.

Menurut korban, Heri (34), barang-barang yang digasak maling berupa uang tunai Rp10 juta, serta perhiasan emas dan permata berupa kalung, gelang, cincin, dan sebagainya. Sekitar pukul 19.30 WIB, kedua orang tua Heri, berangkat ke masjid untuk bertarawih berjamaah. Usai shalat sekitar pukul 21.00 WIB, mereka pulang.
Tapi alangkah terkejutnya mereka. Setelah sampai di rumah, kedua orang tua Heri melihat kamar anaknya itu acak-acakan. Lemari pakaian tempat menyimpan uang dan perhiasan didapati keadaan terbuka. Sementara, lantai kamar penuh dengan berbagai barang dari dalam lemari.
Setelah mendapati laporan, petugas dari unit identifikasi Polresta Tanjungpinang dan Polsekta Bukit Bestari telah mendatangi TKP. Dari penyelidikan di TKP, diketahui pelaku masuk ke rumah melalui plafon rumah. Malam itu, petugas sempat mengamankan tiga orang pria yang diduga sebagai pelakunya. Namun, sejauh ini dugaan kalau mereka pelakunya belum dapat dibuktikan.

Tentang Perasaan

Oleh: Andri Mediansyah

2000; aku remaja mengenal wanita yang awalnya aku tak punya perasaan cinta kepadanya. Lama kelamaan, karena keakraban, perasaan cinta itu kemudian muncul. Muncul begitu saja, tanpa niat, tanpa kesengajaan.

Tanpa dirasa juga, perasaan cinta itu semakin menjadi-jadi, tanpa diniat, tanpa disengaja. Ikrar setia pun keluar fasih dari mulut yang ku sadar adalah sebuah janji yang mesti kulakoni walau jarak memisahkan semacam ini.

aku adalah lelaki
yang hidup di atas pendirian, atas ucapan

aku adalah lelaki
yang tak mungkin tega menghianati
tak ingin menyakiti

dia yang kucinta
dia yang kubela

oh, apakah mungkin aku tetap seperti itu?
aku adalah lelaki

Syukur, hingga jarak memusuhi, aku masih tetap lelaki yang tepat janji. Perasaan dari dan untuk wanita lain, semua berhasil ku tampik. Bayang kesetiaan dan wajah ayunya selalu muncul. Dimana aku berdiri, dia menjadi bayang-bayangku. Bayang-bayang yang dapat membuat aku tegar, kokoh sebagai lelaki.

*****

2005; Dunia baru kuhadapi. Pemikiran tak lagi sepenuhnya terfokus pada janji. Ada kesibukan serta perbedaan suasana yang membagi. Pekerjaan yang membuat pergaulan serta pengalaman ku kian lupa diri. Pergaulan dan pengalaman lah yang membuat janji sebelumnya tercongkel. Aku mengenal seorang bahkan banyak wanita yang mungkin aku senang, dan mungkin juga aku disenangi.

Satu diantaranya jujur kusukai. Entah, rasa yang didasari karena apa. Sayang kah, cinta kah? Entah, yang jelas aku suka.

dan janji pun tersayat
setia mengabur
cinta tergoyang
tabir pembalut menipis
rantai pengikatnya renggang
ada angin sejuk yang merasuk dalam pori-pori
menyusup hingga ke hati
terus meniup hingga tabir dan rantai janji setia seolah hendak lari

Janji lama yang hakekatnya janji mulai terkikis karena keberadaan sang wanita baru. Perasaan cinta muncul di salah satu sisi hati. Lagi-lagi perasaan itu muncul begitu saja, tanpa diniat, tanpa disengaja.

Hampir saja janji setia baru muncul. Ups… tunggu dulu, bagaimana dengan janji setia mu di 2000 dulu? Aku belum bisa menjawab.

kuingin ucapkan "a"
tapi entahlah, sulit untuk mengucap itu
padahal aku faham yang kurasakan adalah "a"
mungkin ada yang sangat butuh dengan "a" itu, hingga menjadi lengkap suatu kalimat baginya
apa mungkin "a" itu kurubah menjadi "b"
apakah juga mungkin kubuat menjadi "a-a"
ah, entah lah, sangat sulit apa yang telah tertulis di hati menjadi pudar

Lama kutimbang tulisan berupa sms dalam layar ponsel akhirnya kukirim. Malam itu, tak tahu apa yang dibayangkannya. Ah, sudahlah. Syukur janji setia-ku terselamatkan oleh sebuah keputusan.

****

2008; Tak tahu harus mulai dari mana. Aku tak tahu kapan rasa itu muncul. Wanita yang tadinya hanya sahabat, lagi-lagi tanpa diniat tanpa disengaja, berubah menjadi sosok berbeda. Ia muncul berdiri di hati mendorong janji setia hingga terbaring.

benih cinta bersemi karena disirami
terus tumbuh hingga muncul kelopaknya
tapi bunganya lain
aneh… tapi itu fakta
apakah mungkin?
mana mungkin cempedak berbuah nangka
meski baunya sama, cempedak harus tetap berbuah cempedak

Semua berawal biasa, sahabat, tanpa lebih. Tapi belakangan sepertinya diantara cempedak itu tumbuh nangka. Sama harumnya, sama jenisnya. Buah itu tumbuh membesar diantara cempedak yang tumbuh di dasar hati.

Keakraban yang terjalin, benar-benar menjalin rasa lain. Akrab menjadi sayang, simpati berubah cinta. Begitu cepat dan singkatnya sampai-sampai aku tak sadar punya rasa sayang dan cinta kepadanya.

Sama, benar sama! Sentuhan, belaiannya sama. Dekapannya pun sama. Kecupan yang kuberikan kepadanya dan kepada janji setiaku sama. Rasa yang kucurahkan sama. Cempedak itu berubah menjadi nangka. Sangat sulit membedakan keduanya. Ketika ia jauh, bau keduanya kurindu. Rindu untuknya tak berbeda dengan rindu untuk sang janji setia.

Kerap ku berdiri di balik kaca kusam jendela kamar. Menanti ia datang, yang kuharap untuk dapat bersua. Berbagi cerita, berbagi cinta. Melepaskan kerinduan dengan pelukan, mengungkapkan cinta dengan kecupan (bahkan lebih).

Apakah itu cinta? Apakah itu iblis? Itu cinta yang dilatar belakangi sayang. Rasa sayang yang khawatir ketika dirinya jauh, rasa sayang yang membuatnya menjadi bagian hati.

engkaulah manusia yang memiliki hati
pengatur janji yang selama ini engkau tanam didalamnya
engkau bukan malaikat
yang setia pada kodratnya sebagai pelaksana tugas Tuhan

Oh, beratnya menjadi manusia yang memegang teguh setianya. Apakah kodratku sebagai manusia tak mungkin sama seperti malaikat? Aku ingin menjadi melaikat. Yang memegang teguh setia. Janji setia itu tak lama lagi segera datang. Usai lebaran, ingatkah engkau akan janji-mu untuk mempersuntingnya?

Pertanyaan itu seketika muncul di saat pelampiasan sayang dan cinta berlangsung. Photo berkerudung di album itu nampak disaat aku "bercinta" dengannya. Alamak, cinta mana yang berdiri dihadapanku? Yang membalas cium dan kecupanku. Seketika ia berdiri dihadapanku, menampar wajah dengan senyum manisnya. Senyum itu tak lama. Dia marah kemudian menangis. Menangis karena aku melanggar janji. Menangis karena aku tak lagi sebagai lelaki-nya. Lelaki yang memegang janji…

Sepeninggal ia dari kamar, lama aku termenung. Kutatap photo bayangan yang tadi menangis. Sekarang hatiku yang menangis. Pilu, sangat pilu. Tercabik karena keingkaran. Terkoyak karena penghianatan…

Aku adalah lelaki yang memegang peranan
Yang dituntut dapat melakukan penyelesaian
Batu meski kupecahkan
Bukan dengan palu, melainkan lembutnya perasaan
"Aku hanya berfikir…!"

Aku senang dia merespon ucapanku dengan baik. Yang mau membuka dekapnya untuk bingungku dalam mengambil keputusan untuk mengakhiri perasaan yang antara aku dan dia mengakui sama. Sungguh aku ingin menangis saat air matanya menetes. Bias dimatanya meluluhkan perasaan. Terbayang kenyataan bahwa aku telah menyakiti perasaannya.

Aku hanya ingin mengakhiri awal dari sesuatu yang dapat kuramal menjadi kekecewaan. Aku tak ingin kecewa itu menjadi hitam dan menggelapkan pandangan. Mengaburkan hubungan yang selama ini baik. Memupuskan harapan yang dapat membuat kian terpuruk.

setia, tolonglah aku
aku sekarat dalam dilema
isyaratkanlah kepadanya yang mengerti keadaan untuk pengertian

dan kau jaji, kembalilah
mengalirlah dalam nadiku
meresaplah ke hati yang mulai rapuh hingga menepismu
buat aku tegar dengan keputusan
keputusan pahit untuk memilihnya dan memilihmu
tolong… aku sekarat

Aku bahagia, dia mengerti keputusanku yang sebenarnya kurasa simalakama. Aku bangga dengan kebesaran hatinya. Dia yang mungkin akan menjadi guru atas pengajarannya. Tak terbayang apakah aku sanggup. Apakah aku dapat terlelap dibalik bayang-bayang keputusanku ini? Mampukah aku melenggang dihadapannya yang mengerti tak dapat berharap lebih dari sekedar mencintai.

Aku hanya takut dia lebih kecewa. Tapi bagaimana lagi, semua ini harus dibatasi. Sebelum terlanjur jauh dengan keputusan yang kukhawatirkan salah.

kepada cinta yang berbagi, jalanlah setapak kemudian lari
tapi tolong, jangan semua pergi
sisakan persahabatanmu untukku
kepada cinta berbagi, tolonglah kau mengerti

Disaat seperti ini, semua lagu tentang pilihan cinta semua mengena. Sepadan, benar-benar menyayat.

Hancur hatiku, mengenang dikau
Menjadi keping-keping setelah kau pergi
Tinggalkan kasih sayang yang pernah singgah antara kita
Masihkah ada sayang itu

Memang salahku yang tak pernah bisa
Meninggalkan dirinya tuk bersama kamu
Walau tuk trus bersama kan ada hati yang kan terluka
karena ku tahu kau tak mau

Sekali lagi maafkanlah
Karena aku cinta kau dan dia
Maafkanlah ku tak bisa tinggalkan dirinya

Mungkin tak mungkin
Ku terus bersama jalani semua cinta yang tlah dijalani
Tapi bila itu yang kau pikir yang terbaik untukmu
Bahagiaku untuk dirimu

Simpan sisa-sisa cerita cinta berdua
Walau tak tercipta cerita cinta berdua

(Aku cinta kau dan dia, Ahmad Dhani)

Maafkan aku yang tak bisa meninggalkan dirinya tuk bersama kamu…
Maafkan aku untuk tetap memegang teguh janji di tahun 2000 dulu….

Kamis, 11 September 2008

Di Ujung Simpul Rafia

Oleh Andri Mediansyah

Hari sudah siang, tapi pemuda itu masih juga enggan untuk meninggalkan kasur kusam berbalut kain usang. Padahal matahari sudah hampir empat jam lewat naik dari ufuk timur. Tak sadar dia ketika itu burung sudah lelah bernanyi dan memilih riang mencari santapan.

“Heh…..!” Entah sudah berapa lama pemuda itu selalu menghela nafas serupa setiap memelekkan mata dari tidur malamnya. Jangankan bangkit dan meraih gayuh untuk mengusap wajah dengan air, meregangkan otot pun dirasanya lelah.

Entah berapa lama pemuda itu melakukan hal serupa. Menatap plafon kamar hingga hampir lewat satu jam, melongo tanpa ekspresi, gelisah, gusar. Entah apa yang dia pikirkan hingga wajahnya begitu perih.

Lama dia baru bangkit. Bekas tempat tidur tak dirapihkan lagi. Bantal guling berserak begitu saja. Kain selimut ia tinggal beribu lipatan. Tanpa membasuh muka atau kumur-kumur, tertatih pemuda asal desa itu menuju dapur.

Krutak-krutuk….! Penanak nasi ditanak tadi malam dibuka lekas. “Masih ada,” lirihnya dingin. Ia menggaruk kepala. Nasi yang mendekati basi itu disantap lahap tanpa lauk. Satu satu sendok dimasukkan ke mulut. Tak dirasa, nasi itu akhirnya habis juga. Pemuda bingung itu kemudian kembali masuk kamar sambil menenteng cawan berisi air kopi yang juga sisa malam tadi.

"Ah, mungkin lebih baik tidur lagi."


***

Lembaran koran anyar kepunyaan pemilik kos ia buka satu persatu. Isinya dianggap sama seperti koran-koran dulu. "Tak ada yang menarik," katanya. Soal isu politik, ekonomi negara yang masih buruk, pejabat ditangkap KPK saat menerima suap, anggota dewan selingkuh, atau kalau tidak pembunuhan serta kejadian kriminalitas lainnya.

Iklan lowongan kerja malah dia anggap sebagai sesuatu yang memuakkan. Pemuda itu sungkan meliriknya lagi. Baginya, semua itu sia-sia. Ibarat punguk merindukan bulan.

Tidak sama saat dia baru tiba di kota dulu. Setiap kolom berisi lowongan pekerjaan dia periksa dengan seksama. Tiap lembar, tiap baris, kata-katanya disimak seteliti mungkin. Dia tidak mau kehilangan kesempatan. Lalai membaca lowongan yang sesuai, itu sama dengan menyia-nyiakan kesempatan. Saat lowongan yang baginya pas, pemuda itu lekas menuliskan lamaran ke kertas A4, dan bergegas pergi mengantarkannya.

Tapi semangat itu sudah runtuh laksana abu. Usahanya selama ini, semua lamaran yang ditebar sana sini, tidak pulang juga tanpa balasan. Tak ada panggilan. Pemuda itu menyadari. Mungkin karena hanya tamatan sekolah menengah pertama. “Jadi kuli bangunan pun sulit,” ujarnya membatin.

Dari sekian banyak berita di surat kabar itu, hanya satu tulisan yang dibaca habis: "Investor Lari. Puluhan Pabrik Terancam Tutup." Ia sangat bersemangat membaca. Tak lama, wajahnya makin lama makin terlihat letih.

Dari pada melanjutkan bacaan untuk menambah pengetahuan, pemuda itu lebih memilih memilin suling bambu yang dibawanya dari kampung. Masing-masing lubang ditekan dilepas lalu ditiupkan. Nada nyanyian terbentuk sudah. Tapi kenapa iramanya mendayu sedih. Sedang bersedihkan dirinya?

Memang dia bersedih. Air matanya terurai mengalir lalu jatuh ke kulit gelap tubuhnya yang tak ditutupi. Tapi apa yang dia pikirkan? Putus cinta kah? Terlilit hutangkah? Atau putus asa menghadapi hidupnya yang dirasa awut-awutan?


****

Udara kamar mandi yang tadinya dingin mendadak berubah panas. Keringat dingin bercucuran dari spori-pori pemuda itu. Suasana begitu hening. Hanya terdengar suara gemiricik air dari kran yang sengaja dibiarkannya mengalir. Selebihnya, hanya sunyi, senyap menghantar lamunannya.

"Ah, sudahlah...... untuk apa lagi tubuh mu ada disini. Tak ada lagi yang dapat kau harap dan nantikan di rantauan ini,”

Suara batin itu menambah jantung si pemuda bergejolak. Gambaran keluarga di kampung halaman sesekali memaksa kepalanya tengadah ke atas plafon kamar mandi.

“Ibu sangat berat melepas kamu pergi nak. Tak ada lagi yang dapat kami andalkan selain kamu. Bapakmu tak ada lagi, adik mu masih kecil-kecil. Siapa yang dapat membantu Ibu memberi makan adik-adikmu,” ucapan dari sang ibu pun berseliweran mengingatkannya.

“Tapi kau tak bisa! Ibu dan adik-adikmu sudah tiga tahun menderita. Kenapa tiga tahun lalu mereka kau tinggalkan. Kamu mau pulang? Mau ditaruh dimana wajahmu? Apa hasil yang akan kau berikan kepada mereka?” suara dari batin kembali mendesak.

Pemuda itu lagi-lagi terdiam. Dia teriak. Tangan kekarnya lantas menjambak rambut ikal sekuat-kuatnya. Wajahnya kini memerah. Tubuhnya gemetaran, lututnya yang berada di atas bak kamar mandi juga demikian. Keringat dinginnya bukan lagi bercucuran. Air seolah tumpah.

“Sudahlah untuk apa lagi tubuhmu berada di sini!” Desakan batin itu kembali muncul.

"Setan... pergi kau."

"Kenapa kau mengusirku. Kenapa pula aku harus pergi. Kau salah. Aku bukan setan. Aku adalah bagian dari dirimu yang selama ini kau aniaya. Aku sengaja muncul untuk mengingatkan kau kembali soal cita-citamu sebelum datang di tanah ini."

"Setan kau... setan! Pergilah engkau ke neraka jahannam. Biarkan aku sendiri di sini. Tak perlu kau nasehati aku."

"Baik, aku akan pergi. Tapi kau mesti ingat. Kau harus membayangkan bagaimana ibu serta adik-adikmu di kampung. Apakah kau yakin mereka baik-baik saja. Apakah kau tahu pasti apa yang mereka makan."

Jangan-jangan mereka sudah mati kelaparan."

Pemuda itu kini terdiam. Lama, lama baru dia kembali bergerak. Kepalan tinju kemudian tancapkan ke dinding kamar mandi. Dengan yakin dia kemudian meraih rafia yang salah satu ujungnya telah ia ikatkan di kayu plafon. Ujung yang satu ia ikatkan di leher. Kuat, rapat, hingga mencekik.

“Ibu, maafkan anakmu. Tuhan, maafkan atas kesalahanku.”

Pemuda itu kemudian melompat. Tubuh kurusnya dia hempaskan kuat dari bibir bak mandi. Suara berderak gemeretak tulang leher mengawali menggelinjang. Tangannya ia biarkan tak membantu menghentikan lidahnya yang menjulur keluar. Dalam waktu sekian lama kemudian, tubuh pemuda itu lunglai. Ayunannya menjadi lamban, tenang, pelan, pelan, dan akhirnya diam.

Mata mendelik miliknya kini tak lagi terang. Mata itu juga tak mampu membaca tulisan arang hasil karya yang dia ciptakan barusan.

“Tolong Pulangkan Aku Kepangkuan Ibu. Sampaikan maafku untuknya.”

Rabu, 10 September 2008

Plantar 2 Terbakar

Oktober 2007......

Langit Plantar II Kota Gurindam memerah
Asap hitam mengepul menggulitakan malam
gundah gulana hati pemilik rumah yang terbakar

Bingkai


Oleh : Andri Mediansyah

Di dinding kamar kos tempat ku tinggal, terpajang rentetan foto terbalut bingkai. Foto-foto itu sengaja aku pajang. Banyak kenangan yang tersimpan dari potret diri itu. Mulai di saat aku merangkak, kanak-kanak, hingga diriku yang saat ini kurasa telah dewasa.

Ada satu foto yang sengaja kucetak lebih besar. Foto saat aku merangkul mesra ibuku. Foto yang kurasa sangat ampuh untuk mengenang ketulusan ibu yang tanpa letih membesarkan dan mendidikku. Aku ingat perkataan ibu, tentang mengapa almarhum bapak memberikan nama Suci kepadaku. "Itu karena mendiang ingin kamu menjadi wanita yang juga suci. Suci seperti namamu," kata ibu.

Sejenak, setelah sekian lama, aku tiba-tiba saja tersentak dari lamunanku. Bergegas kuraih handphone yang berada di atas kepala ranjang. "Sudah bangun. Buka pintu ya! Aku ada di depan," Suara itu tak asing lagi di pendengaranku.

Tak lama, kembali suara itu muncul dibarengi ketukan pintu. Lemas kutarik gagang pintu. Si pemilik suara yang tak lain Tikta, sahabat karibku yang selalu berpenampilan seksi. Segera saja ia merengsek masuk ke dalam kamar.
"Ya ampun Suci, berantakan banget. Dibersihin kenapa sih. Jorok tahu.....,"
"Sudahlah. Kamu tunggu sebentar. Aku mandi dulu," kataku.

Hampir lima tahun aku berteman akrab dengan Tikta. Meski kuanggap cerewet, selain cantik, dia juga kuanggap sangat baik. Dia lah selama ini sahabat yang kujadikan tempat mencurahkan uneg-uneg serta segala masalah yang kuhadapi.

Sesaat aku kembali masuk kadalam kamar, aku terkejut melihat keadaan kamar yang berubah menjadi rapih. Tak ada kertas berserakan, tak ada lagi puntung rokok bertebaran di lantai. "Jangan tersinggung. AKu yang beresin," kata Tikta dengan mimik khas comelnya.

**************

Tak membutuhkan waktu lama untuk kami berdua tiba di tempat kerjaku. Tempat yang pada dasarnya sangat ku benci dan sangat membosankan. Lampu sorot beraneka warna yang terkadang menyilaukan mata, ditambah lagi suara dentuman musik remix yang memekakkan telinga.

Sejak mengenal Tikta, aku juga mengenal tempat ini. Sejak mengenal Tikta juga aku menjalani pekerjaan yang dianggap orang hina. Dingin, tak berperasaan, pasrah di pelukan pria hidung belang. Terus terang aku sangat terbelenggu dengan keadaanku sekarang ini. Terhina, dihina, dan kuanggap layak jika orang-orang menaggap aku hina. Yah, aku kupu-kupu malam yang sudah lima tahun makan dengan lauk bernama nista. Aku tak berdaya....
Sungguh aku merasa kesumat saat berada dipelukan pria. Aku teringat hilangnya perawan oleh pria yang kuanggap kekasih ternyata durjana. Pria yang membuat aku hami dan tak mau mengakui kalau yang kukandung adalah anaknya. Pria yang menjerumuskan aku dalam lembah nista.

**************

"Suci, sadar.... sudah mau pagi. Kamu mau pulang nggak?" Teriakan Tikta menyadarkan aku. Aku ingat, setibanya di tempat kerja yang lebih layak jika disebut praktek mesum itu, satu pria pun enggan kulayani. "Kamu mabuk. Habis, terlalu banyak minum sih...!" kata Tikta memapahku keluar.

Beduk Subuh mengiring tubuhku memasuki kamar. Baru saja aku berniat merebahkan diri. Tiba-tiba, handphone bututku berdering. "Ah, siapa sih jam segini main telpon. Apa tak ada kerjaan," celotehku kesal. Awalnya telpon itu tak mau ku ladeni. dalam pandangan kaburku, kulihat kalau nomor yang tertera di layar handphone adalah kode wilayah kampungku. Barulah telepon itu kuangkat.
"Assalamualaikum.....!"
"Kak Suci........!" suara itu begitu ku kenal. Itu milik Susan, adik perempuanku. Tapi kenapa suaranya terdengar parau dan bersedih.
"Kenapa San.... tenang..... sampaikan sama kakak!"
"Ibu kak..... ibu......"
"Kenapa dengan ibu?" aku mulai khawatir.
"Ibu meninggal..............!" Tak kupedulikan suara Susan yang terus bicara. Dunia seolah gelap. Aku pingsan tak sadarkan diri.

Hangat cahaya matahari pagi yang masuk dari celah jendela kamar, membangunkanku. Ketika aku sadar kalau ibu telah tiada. Rasanya aku tak mau bangkit ingin menyusul ibu. Tapi tidak. Aku harus menjumpai ibu walau untuk yang terkhir kali.

******************

Mama....! Suara itu terdengar begitu merdu memanggilku. Kusambut tubuh mungil bocah perempuan yang berlari kearahku. Kutinggalkan ruang tamu yang masih berjejer bingakai berisi potret yang masih sama seperti saat dikamar kos ku lima tahun silam.

Tapi ada bingkai baru diantara sederetan bingkai-bingkai lama. Dengan bingkai baru itu, potet diri lima tahun kebelakang kuharap tertutupi. Dengan bingkai baru itu, optimis potret diri kedepanku menjadi terang secerah senyum aku, suami dan anak sulungku.

Teror SMS Korban Mutilasi

Korban Mutilasi Kirim SMS. Benarkah?

Forwaded from:
(+6281213131313)

Malam..
Namaku Wira, umurku 21 thn..
Km hrs tlgin ak..
Tgl.12 Jan ak br plg dugem ak d bunuh tepat jam.01.36 stlh t tubuhku d ptg mnjdi 13 bgian.. Tepat sbulan ini tbhku blm trkmpl smw.. Kpalaku blm d tmuin krn wjhku d rusak.. Km hrz bntin cr kplaku.. Forward smz ini k 13 org.. Jgn mpe brnti. Klo gk km bkl ak gngguin tiap jam.01.36 pg.. Km tb" bgn n ad kpla dgn wajah rata..
INI KISAH NYATA..

SMS atau bahasa inggrisnya short massage service itu saya terima persis tengah malam. Pengirimnya seorang teman. Setelah membaca, ada rasa ngeri. Ngerinya mungkin disebabkan karena mata saya tiba-tiba terbelalak dan kemudian terkejut menyimak isi pesan. Apalagi saat itu saya tersentak, terbangun dari tidur. Usai membaca sms ngeri tadi, tak lama masuk pesan baru. Yang satu ini nomornya tidak terprogram. Isinya seperti ini:

Dont send bAck :

"MARING BAWONO SANGURIP SUKMO GONDO MAYIT NENG RUMIKSO INGSUN KASAJEN" anda baru saja melihat dan telah berikrar Menikahi MAYAT... Kirim sms ini k'10 teman mu. Jgn sampe putus di kamu. Klo terputus dia akan Menemani tidurmu. Walaupun tak telihat, tp suatu saat akan memperlihatkan dirinya!!!.. Fakta !!!..Saksikan nanti di asal usul trans 7 klo tdk percaya!!.. Harap jangan diremehkan bagi yg sdh membaca!

Pesan-pesan tersebut menyusul beberapa sms yang saya terima sebelumnya. Beberapa teman mengirim pesan yang intinya menganjurkan supaya mengirim kembali sms tersebut ke orang lain. Tapi sms sebelumnya itu sama sekali tidak terdapat berbau supranatural.
Sms dari seorang teman pengusaha salah satunya meminta menyebarkan doa Nabi Muhammad SAW ke 10 orang. Doa diketik di awal sms. Jika mengirimnya, disebut akan mendapat kabar baik dan kebahagiaan.
"Jika meremehkannya maka akan mendapat musibah besar," demikian isi sms yang ditutup sumpah demi Allah kalau ini amanah.
Ada juga pesan singkat dari teman salah satu bakal calon legislatif untuk Kota Tanjungpinang. Isinya supaya menyebut mencintai Allah. Sumbernya disebut juru kunci Sayyidina Mekkah yang bermimpi bertemu dengan Rasulullah. Lagi-lagi meminta supaya disebarkan. Mintanya ke 10 orang muslim. Dalam waktu paling tidak 10 hari, maka akan mendapat rezeki besar. Tapi kalau tidak, kesulitan tiada henti pun akan datang mendera.
Sms-sms itu kini jadi bahan pembicaraan masyarakat. Paling tidak di kalangan warga Kota Tanjungpinang. Banyak warga mengaku takut dengan ancaman derita, bencana atau sebagainya yang akan dialami kalau tidak mengirimkan pesan tersebut. Terlebih lagi dengan SMS dari (yang katanya) korban pembunuhan mutilasi dan menikah dengan mayat itu. Muncul kengerian dirasakan. Namun, tidak sedikit pula yang sangat berharap akan mendapat kebahagiaan dan rezeki besar dengan mengirimkan sms tersebut.
Kasim (43), warga Batu 12, Tanjungpinang misalnya. Buruh bangunan ini mengaku sangat takut dengan teror sms dari korban mutilasi.
"Kalau bener-bener didatangi bagaimana? Kalau tiba-tiba tengah malam diganggu bagaimana?" Itu kata Pak Kasim ketika saya minta pendapatnya mengenai sms yang saya terima itu.
Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Kepulauan Riau, Drs H Razali berpendapat, isi serta ancaman dalam sms tersebut merupakan hal yang tidak masuk dalam akal sehat.
Celaka, musibah, bencana, rezeki, kebahagian, disebutnya tidak bisa ditentukan dari sms yang diterima.
"Semua itu menyesatkan. Bagaimana mungkin mudarat ditentukan oleh sms," katanya.
Semua atau bagian yang diterima dan dialami oleh manusia, sambungnya, semuanya bersumber dari Allah SWT. Yang terpenting katanya usaha dan doa.
Dia juga meminta supaya sms-sms serupa diabaikan. Lebih luas lagi, masyarakat dimintanya supaya tidak terpedaya dengan segala bentuk reg (regristrasi) ini reg itu yang ada . Salah satu contoh disebutkan adalah meregistrasi ke nomor tertentu untuk meramal nasib.
"Sekarang sangat banyak di televisi. Ini bikin umat bahkan bangsa ini bodoh. Yang menentukan nasib seseorang itu bukan dari situ," tandasnya.
Mengenai ini, Razali mengimbau kepada pihak operator atau yang memiliki akses ke sana untuk men-stop aktifitas berbentuk reg. Ini dinilainya bisa menjadikan bangsa yang hanya menunggu nasib, jadi bangsa yang tidak punya kepribadian.
Paranormal Ki Rogo Sejati dalam hal ini condong menyebut itu merupakan sms kaleng. Katanya yang dihubungi lewat hape, kemungkinan besar sms tersebut merupakan ulah untuk membuat keresahan atau gejolak di masyarakat.
"Sama sekali tidak ada hubungannya dengan spiritual atau aliran hitam," katanya dari Yogyakarta sana.
Lebih jauh lagi Ki Rogo menyebut itu merupakan suatu usaha dari oknum atau bisa jadi kelompok tertantu untuk merusak aqidah. Apalagi momen yang digunakan adalah bulan puasa. Masyarakat jadi was-was, gelisah, rusak mental, yang efek fatalnya dapat menggagalkan ibadah puasa itu sendiri.
"Intinya itu tidak betul lah," katanya mewanti-wanti.
Di samping pendapat yang disampaikan oleh Ki Rogo Sejati yang disebut paranormal kondang itu, sebagian kalangan masyarakat justru menilai ini merupakan ulah dari operator tertentu untuk memperoleh keuntungan dari setiap sms yang dikirimkan.
"Coba bayangkan. Kalau setiap orang mengirimkan sms ke 10 orang dan orang yang dikirimkan mengirim sms lagi ke sepuluh orang berikutnya dan seterusnya, kalikan saja nominalnya," demikian kata Wati, seorang guru salah satu SMK di Tanjungpinang.
Pendapat ini dibantah tegas oleh Hanny Hairany. Dia adalah Corporate Communication Regional untuk wilayah Sumatera Bagian Tengah. Wanita yang lebih akrab disapa Ayu ini tegas menyebut itu merupakan suatu bentuk penipuan. Telkomsel sebagai salah satu operator selular di tanah air, katanya tidak begitu. Malah, di bulan Ramadhan ini operator tempatnya bekerja justru memberikan program diskon. Baik itu berupa sms atau pun melakukan percakapan.
"Justru kita memberi tarif murah," tegasnya lagi.
Perbuatan itu disebutnya merupakan ulah dari oknum tidak bertanggungjawab. Kalau masyarakat risau dengan adanya sms itu, Ayu meminta supaya diabaikan, tidak digubris.
Siapa oknum yang disebut tidak bertanggungjawab dan membuat resah itu memang sulit untuk dibuktikan. Perlu dilakukan penyelidikan satu persatu, dari hape ke hape untuk mengetahui siapa sumbernya. Akan butuh waktu lama untuk mengetahui siapa yang menerima pesan pertama kali, supaya dapat mengetahui si sumber pengirim.
Salah satu usaha untuk mengetahui sumbernya, saya mencoba menghubungi kiriman ulang (forwarded from) yang nomornya disebut 081213131313. Saya berharap itu nomor si korban pembunuhan mutilasi. Sedikit takut. Tapi saya beranikan saja menekan nomornya dan menghubungi. Prinsif saya, kalau lah betul, paling tidak saya punya pengalaman berbicara dengan korban pembunuhan mutilasi. Kalau betul juga, dan seumpanya saya tidak takut, saya berharap dapat menganjurkannya untuk mengklarifikasi sms itu, karena masyarakat resah.
Ketika saya hubungi, yang ada tulalit. Dan saya hubungi lagi, ada yang berbicara. Suaranya perempuan. Begini katanya: "nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif atau berada diluar jangkauan. Silahkan hubungi beberapa saat lagi". Tandanya itu tidak aktif lagi. Demikian selanjutnya ketika saya hubungi untuk beberapa kalinya.
Dan untuk membuktikannya lagi, saya sengajakan terjaga pada tengah malam sehari setelah menerima sms dari korban pembunuh. Saya berpatokan pada sms-nya. Disebut, kalau tidak mengirimkan pesan ke orang-orang, maka pukul 01.36 WIB saya akan diganggu oleh si Wira yang tak lain korban pembunuhan mutilasi itu. Saya tunggu-tunggu, tak datang juga dia.
Dengan fakta seperti itu, saya lalu berkesimpulan: cukup relefan kalau ini merupakan ulah oknum tidak bertanggungjawab dan tidak berkesopan-santunan.