Rabu, 21 Januari 2009

Ekspresi Dingin Pembunuh Satpam

Teriakan suara wanita memecah keramaian Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, Rabu (21/1) siang. Ia berteriak-teriak hendak menerobos masuk sel bagi terdakwa yang terletak di belakang bangunan. Khatimah (50), ibu yang anaknya tewas dibunuh di Lapangan Pamedan 18 Juli 2008 lalu ini tak terima pembunuh anaknya dituntut 14 tahun penjara.

"Saya tidak puas. Saya ingin dia mati seperti anak saya," kata Khatimah kencang.

Siang itu, untuk kesekian kalinya Alex Hasibuan (26), didudukkan di kursi panas Pengadilan Negeri Tanjungpinang. Terdakwa pembunuhan sekaligus penganiayaan itu diwajibkan mendengar tuntutan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terdiri Ronald H Bakara dan Hanjaya Chandra. Ia didampingi penasehat hukum yang ditunjuk pengadilan karena dia tak mampu membayar.

Sementara itu, dideret kursi pengunjung, berbaris duduk keluarga almarhum Tedy Irawan. Satpam yang bertugas di Kantor Pemerintah Kota Tanjungpinang yang jadi korban tewas akibat api cemburu Alex Hasibuan. Pihak keluarga Tedy yang hadir diantaranya Khatijah (50), ibu kandung Tedy, dan dua anak wanitanya yang lain. Mereka menunggu ingin mengetahui tuntutan bagi pembunuh anak dan saudara lelaki satu-satunya itu. Di kursi belakang juga nampak Amin (21). Pria ini adalah juga menjadi korban penganiayaan oleh Alex.

JPU membacakan tuntutannya. Alex, di kursi pesakitan dinyatakan JPU bersalah melanggar pasal 338 Kitap Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindakan pembunuhan tidak berencana. Lebih subsider lagi, ia juga dinyatakan melanggar pasal 354 KUHP, akibat penganiayaan yang dilakukannya, menyebabkan hilangnya nyawa rang lain. Atas pertimbangan yang memberatkan dan meringankan terhadap dirinya, Alex dituntut dengan kurungan penjara selama 14 tahun.

Alex tertunduk mendengar tuntutan tersebut. Dia seolah tidak percaya mendengar tuntutan yang lebih ringan satu tahun dari ancaman dalam pasal. Melalui penasehatnya, Herman SH, Alex berencana mengajukan pembelaan (pledoi) pada sidang pekan depan.

Ekspresi sama juga nampak pada wajah-wajah keluarga Tedy. Mereka terlihat berbisik satu sama lain atas tuntutan JPU. Segera mereka merengsek keluar ruang sidang, mengejar Alex yang lekas digiring petugas Kejaksaan masuk kembali ke sel bagi terdakwa di bagian belakang Pengadilan Negeri Tanjungpinang.

Emosi meluap-luap di sampaikan Khatijah. Ia bertolak pinggang mengumpat Alex yang memilih santai mendengar hujatan atas dirinya.

"Kau lihatlah. Aku akan jadi setan. Ku cekik kau di dalam penjara. Biar kau mati juga," demikian salah satu umpatan yang dilontarkan Khatijah.

Petugas kepolisian, petugas kejaksaan, serta petugas pengadilan bergegas lari mendekati sumber suara. Mereka cepat datang berniat meredam apa yang terjadi. Pengunjung sidang, yang merupakan keluarga para terdakwa, tidak pula ketinggalan. Mereka ingin tahu.

Khatijah, dua saudara perempuan almarhum Tedy, serta paman dan bibinya, berdiri di belakang Khatijah yang tidak ingin berhenti melampiaskan kekesalannya.

"Biarkan saja dia meluapkan emosinya pak. Biar puas," Suara itu dari wanita setengah baya yang berada persis di samping Khatijah, meminta kepada petugas untuk memberi kesempatan. Atas umpatan itu, Alex berdiri menghadap. Dia tidak menyahut ucapan, namun berekspresi dingin. Semua yang disampaikan Khatijah dia dengar begitu saja. Entah apakah masuk ke dalam telinga lalu disaring ke otak. Ia baru bersembunyi di sudut ruangan setelah banyak yang datang.

"Enak saja dia bunuh anak saya. Saya yang melahirkan. Saya ingin dia mati. Macam mana anak saya mati, saya maunya dia begitu. Saya tidak puas kalau dia cuma dituntut 14 tahun," ujar Khatijah.

Pembunuhan yang dilakukan Alex, terjadi pada 18 Juli 2008 lalu. Waktu itu dinihari malam Jumat, Alex terbakar cemburu saat melihat Tedy dan Amin duduk bersama Cecek, wanita berusia 34 tahun yang dianggap sebagai kekasihnya di Taman Lapangan Pamedan, Tanjungpinang.

Alex yang dalam pengaruh minuman keras mendekati mereka. Singkat cerita, pertemuan itu mengakibatkan perkelahian dua lawan satu. Alex kewalahan. Dia berlari pergi lalu datang lagi. Ditangannya tergenggam broti. Kayu yang menancap paku itu lalu dengan ganasnya pertama dibenturkan ke tubuh Amin sampai pelaut itu jatuh pingsan. Kemudian, dengan dendamnya Alex lantas memburu Tedy.

Dia sangat marah kepadanya lantaran dilihatnya mencium pipi Cecek. Penganiayaan terhadap Tedy tak terelakkan. Alex berhasil mengejar dan kemudian secara membabi buta menebaskan kayu berulang-ulang ke tubuh Tedy. Kepala, badan, tangan, dan kaki Tedy bolong memar beradu kayu yang dihantamkan. Tedy tak sadarkan diri hingga akhirnya ditemukan tak bernyawa lagi.

Kejadian itu mungkin masih membayangi fikiran Khatijah di hari dibacakannya tuntutan atas Alex. Setelah sekian lama kemudian, Alex dibawa ke luar sel menuju mobil terdakwa yang akan mengangkutnya kembali ke Rumah Tahanan Tanjungpinang. Dia terlihat santai. Asap rokok mengepul dari bibirnya. Di dalam mobil, pemuda kelahiran Tebing Tinggi Medan itu sempat melambaikan tangan ke arah Khatijah yang masih berdiri menantang.
"Kami akan menunggu putusan hakim nanti," kata Khatijah.

Tak Bisa Dijerat Pembunuhan Berencana

Ronald H Bakara, SH, adalah salah satu JPU atas perkara pembunuhan dengan terdakwa Alex Hasibuan. Dia adalah Kepala Seksi Intelijen di Kejaksaan Negeri Tanjungpinang. Ronald berpendapat Alex tidak bisa didakwa dengan pasal 340 KUHP. Pasal yang mengatur mengenai pembunuhan yang ada unsur perencanaan.

Dia bersama Hanjaya Chandra, rekan JPU dalam kasus tersebut, mengatakan bekerja seoptimal mungkin mencari fakta dan keterangan apakah Alex dapat dijerat dengan pasal 340.

"Faktanya tidak bisa," kata Ronald.

Perbuatan itu dilakukan Alex seorang diri, tanpa adanya perencanaan. Pembunuhan terjadi spontan setelah sebelumnya terjadi perkelahian. Demikian pula desakan pihak keluarga korban yang merasa yakin kalau pelaku pembunuh Tedy dan Amin tidak hanya Alex seorang. Dari keterangan Amin, pihak keluarga menyebut ada empat orang lain yang turut membantu Alex menganiaya Amin dan Tedy.

"Ini juga tidak bisa dibuktikan di pengadilan," kata Ronald.

Selain Amin, tidak ada fakta dan keterangan yang menguatkan hal tersebut. Mengenai ini Ronald mengaku telah memberi pengertian terhadap keluarga korban dan berharap pihak keluarga Tedy mengerti yang diupayakan jaksa selaku penuntut umum.

Tidak ada komentar: